A.
Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy
Pope dalam bukunya Confronting: The Elemen of National Integrity System,
menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi
keprihatianan semua orang.
Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep
pemerintahan totaliter, dictator yang meletakakan kekuasaan di tangan
segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam system social politik yang
demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah berarti dalam system
social politiknya teleransi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi
tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut
Dleter Frish, mantan Direktur Jendral Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan
tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu
Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek
pembangunan dipilih karena alas an keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi
kepentingan public, korupsi selalu menyebabkan situasi social ekonomi tak pasti
(uncertenly). Ketidakpastian ini tidak asimetris informasi dalam kegiatan
ekonomi dan bisnis. Sector swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar
yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return
of investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan
akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi, Akhiar Salmi dalam makalahnya
menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa
tidak pidana korupsi sebagaimana Maksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu
tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat Ekonomi Pancasila, dalamdalam artikelnya
menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan
keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakan menjadi “KKN”. Perubahan nama
dari korupsi menjadi KKN ini barang kali beralasan karena praktek korusi
korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal
bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata
tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingakan dengan
penggunaan kata korupsi secara gambling dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan
nepotisme.
B.
Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi
Korupsi
merupakan permasalan mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan
dengan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap
hari diberitakan oleh media masa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya
peningkatan dan pengembangan model-model korupsi.
Dimensi
politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “anactment policy”,
merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominant di Negara berkembang,
pengusaha tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep
perundang-undangan dengan dimensi seperti ini dominant terjadi di Indonesia,
yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan
perundang-undangan.
Fakta
yang terjadi menunjukan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggulur
Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korusilah system
ekonomi social rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam buku “The
Confession of Economic Hit Man” John Pakin mempertegas peran besar Negara
adidaya seperti Amerika serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia
dan perusahaan Multinasional terperangkap dalam hutang luar Negeri yang luar
biasa besar, seluruhnya dikorup oleh pengusaha Indonesia saat ini. Demokrasi
dan metamorfosis.
Korupsi pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan Icon
orde baru, Soeharto, membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokrasi di
Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebutperubahan tersebut. Namun
sayangnya reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya
fondasi ekonomi yang memang “Budle gum” yang setiap saat siap meledak itu.
Kemunafikan (Hipocrassy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun,
apa mau ditanya rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lembut lagu dan kata
tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulu para pelanjut cita-cita dan
karakter orde baru. Dulu korupsi tertralisasi di pusat kekuasaan, seiring
otonomi dan desentralisasi daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan
kekuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang signefikan.
Disharmonisasi politik ekonomi social, grafik pertumbuhan jumlah rakyat terus
naik karena korupsi.
Dalam
kehidupan demokrasi di Indonesia praktek korupsi makin mudah ditemukan
diberbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial.,
kepentingan pribadi menjadi pilihan utama dibandingkan kepentingan umum, serta
kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi
prilaku sosial sebagaian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan
tanggung gugat sistem integritas public. Biro prlayanan public justru digunakan
oleh pejabat public untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi
promosi jabatan dan kenaikan pangkat.
Sementara kualitas dan kuantitas
pelayanan public, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan kedua alasan
ini menyeruak di Indonesia, justru memfasilitasi korupsi. Mubaryanto
menjelaskan, kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan
pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan
sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah
menghinggapi anggota-anggota legislative di pusat dan di daerah, bahayanya
harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil
rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam berkorupsi maka
tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, jika sejak krisis
multidimensi yang berasal dari krimon 1997/1998 ada anjuran serius agar
pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak pada konglomerat), dalam
bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada
keadilan politik.
Keadilan
ekonomi dan keadilan social sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena
tidak kembangkannya keadilan politik.
Keadilan politik adalah aturan main berpolitik yang adil, atau menghasilkan
keadilan bagi seluruh warga Negara. Kita menghimbau para filosof dan
ilmuan-ilmuan social, untuk bekerja keras dan berpikir secara empiric indktif
yaitu selalu menggunakan data-data empiric dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir
secara teoritis saj, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori berat.
Dengan berpikir empiric kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan
langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang.
Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama
masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan.
Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk
memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam
jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang menunjukan bahwa skandal
ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga
terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang
seperti Indonesia.
Pembangunan ekonomi sering dijadikan asalan untuk
mengendalikan sumber dya alam kepada perusahaan multinasional dan negar adi
daya yang Didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundik-pundi
harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun Kelompoknya.
C.
Korupsi dan Desentralisasi
Desentralisasi
atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok Setelah reformasi
digulirkan. Desentralisasi di Indonesia banyak pengamat ekonomi merupakan kasus
Pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga Pelaksanaan
desentralisasi di Indonesia menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonomi dan
pengamat politik dunia. Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang
paling mencolok adalah terkuangnya sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat
daerah dan anggota legislative daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa praktek
korupsi telah mengakar dalam kehidupan social politik ekonomi di Indonesia.
Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun
juga sering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena
munculnya penguatan-penguatan yang lahir melalui Perda (pendapan daerah) yang
dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka
ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek itulah,
inpestor menahan diri untuk masuk daerahnya dan memilih daerah yang memiliki
potensi biaya rendah dengan akibat itu semua kemiskinan meningkat karena
Lapangan pekerjaan menyempip dan pembangunan ekonomi pembangunan di daerah
terhambat boro-boro memacu PAD. Terdapat bobot yang menentukan daya saing
infestasi daerah. Pertama, factor kelembagaan. Kedua, factor inpraskruktur,
ketiga, fakor social politik. Keempat, factor ekonomi daerah. Kelima, factor
ketenaga kerjaan hasil penelitian komite pemantauan Pelaksanaan otonomi daerah
(KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan dalam hal ini pemerintah
daerah sebagai factor penghamabat terbesar bagi inpestasi hal ini berarti
birokrasi menjadi penghambat utama bagi infestasi yang menyebabkan munculnya
Haighcost economy yang beratri praktek korupsi yang melalui pungutan-pungutan
liar yang berarati liar dan dana pelican marah pada awal Pelaksanaan
desentralisasi atau otonomi daerah terserbut. Dan jelas ini emnhambat tumbuhnya
kesempatan Kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di
birokrasi daerah.
Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut
berubah. Kondisi social politik dominant menjadi hambatan bagi tumbuhnya di
daerah.
Pada
2005 banyak daerah banyak melalukan pemilihan Kepala daerah (Pilkada secara
langsung yang menyebabkan instabilitasi politik di daerah yang membuat enggan
para inspector untuk menanam modalnya di daerah. Dalam situasi politik ini,
inspector local memilih modalnya kepada ekspestasi politik dengan membantu
pendanaan kampanye calon-calon Kepala daerah tertentu dengan harapan akan
memperoleh kemenagan dan memperoleh proyek pembangunan di daerah sebagai
imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus pembangunan ekonomi.
Justru hanya akan meperbesar pengeluaran
pemerintah (Goverenment expenditure) karena para inspector hanya mengerjakan
prokyek-proyek pemerintah tanpa menciptakan aut put baru di luar pengeluaran
pemerintah (biaya aparatur Negara) bahkan akan berdampak pada inspestasi
pengeluaran pemerintah karena untuk meningkatkan PAD-nya mau-tidak mau
pemerintah harus mengenjot pemdapatan dari pajak dan retrevusi melalui berbagai
Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak
pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi yang
menjadi penyebab munculnya haigh cost economy yang melahirkan ekonomi tersebut
akan di dukung oleh birokrasi yang
njelimet.
Seharusnya
titik tolak daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik infestasi
daerah yang sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek
jalur serta jangka
Waktu pengurusan Dokumen usaha serta membersihkan birokrasi
dari prektek korupsi. Peneingkatan PAD (pendapatan asli daerah), pengurangan
jumlah pengurangan jumlah penganguran dan kemiskinan pasti mengikuti.
D.
Memberantas Korupsi Demi Pembangunan
Ekonomi
Selain
menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghamabt pengembangan system
pemerintahan demokratis. Korusi Memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan
diri sendiri atau Kelompok, yang mengesampingkan kepentingan public. Dengan
begitu korupsi menutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah menikmati
pembangunan ekonomi dan kualitas hidup yang lebih baik.
Pendekatan yang paling
ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan
standar tata pemerintahan melalui konstruksi integritas nasional. Tata
pemerintahan modern mengedepankan system tanggung gugat dalam tatanan seperti
ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang, yang juga
harus mendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari
korupsi. Demikian pula dengan pengadilan. Pengadilan merupakan bagian dari tata
pemerintahan, yudikatip tidak lagi menjadi hamba penguasa. Namun memiliki ruang
kebebasan menegakan kedaulkatan hukum dan peraturan dengan Demikian akan
terbentuk lingkaran perbaikan yang memungkin seluruh pihak untuk melalukan
pengawasan, dan pihak lain diawasi.
Namun, konsep ini sangat mudah dituliskan atau
dikatakan dari pada dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktui yang cukup lama
untuk membangun pilar-pilar. Bangunan integritas nasional yang melakukan
tugas-tugas yang efektif dan berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai
prilaku beresiko yang sangat tinggi dengan hati yang sedikit.
Kedua,
hal yang paling sulit dan punda mental dari semua perlawanan terhadap korupsi
adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will). Kemauan politik
yang dimaksud bukan sekedar kemauan para politis dan orang-orang yang
berkecimbung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu
semua. Yakni, kemauan politik yang termanisfestasikan dalam bentuk keberanian
yang didukung oleh kecerdasan sasial masyarakat sipil atau warga Negara dari
berbagai elemen atau sastra social. Sehingga jabatan politik tidak lagi
digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tanggung jawabuntuk
mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan
berbangsa dan bernegara yang baik.
Dalam
tatanan pemerintahan yang demokratis, para politis dan pejabat Negara
tergantung dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan social politik
dari masyarakat sipil-lah yang memaksa para politisi dan pejabat Negara untuk
menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat sipil yang cerdas secara social
politik akan memilih pimpinan (politis) dan pejabat Negara yang memiliki
integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan
kearah pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang
cerdas secara social politik pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat
di awasi sehingga membentuk integritas nasional yang alergi korupsi. Ketika
kontrusi integritas Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasar social
politik masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan
efektif. Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk menciptakan ruang
pembangunan ekonomi yang potensial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar