Selasa, 31 Oktober 2017

2.7 Nilai – Nilai Etika vs Teknik Akuntansi/Auditing


Nilai-nilai etika di dalam profesi akuntansi/auditing harus sangat dimiliki oleh para anggota, karena semua perilaku sangat mencerminkan integritas dan kompetensi seorang anggota. Nilai etika terdiri dari:

1.      Integritas : setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi, kejujuran dan konsisten.

2.      Kerjasama : mempunyai kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim.

3.      Inovasi :  pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan metode baru.

4.      Simplisitas : pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.

 

            Sedangkan teknik akuntansi adalah aturan-aturan khusus yang diturunkan dari prinsip-prinsip akuntan yang menerangkan transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.

 

Teknik akuntansi sektor publik terdiri atas:

 

1.      Budgetary accounting : Akuntansi Anggaran adalah bidang akuntansi yang menguraikan kegiatan keuangan untuk suatu jangka waktu tertentu yang dilengkapi dengan sistem penganalisaan dan pengawasannya.

2.      Commitment accounting : adalah sistem akuntansi yang mengakui transaksi dan mencatatnya pada saat order dikeluarkan. Akuntansi komitmen dapat digunakan bersama-sama dengan akuntansi kas atau akuntansi akrual.

3.      Fund accounting : adalah sebuah konsep akuntansi di mana aktiva dipisah-pisahkan berdasarkan masing-masing sumber dan peruntukkan dana. Karena dalam penyajian laporan keuangan, organisasi nirlaba harus mengidentifikasi kategori batasan penggunaan dana yang diberikan oleh donor, oleh karenanya organisasi mengadopsi akuntansi dana.

4.      Cash accounting : adalah di dalam metode ini beban dengan pendapatan tidak secara hati-hati di samakan dari bulan ke bulan. Beban tidak diakui sampai uang di bayarkan walaupun beban pada bulan itu terjadi sama halnya dengan pendapatan, pendapatan tidak diakui sampai dengan uangnya diterima.

5.      Accrual accounting : adalah beban dan pendapatan secara hati-hati  di samakan menyediakan informasi yang lebih handal dan terpercaya tentang seberapa besar suatu perusahaan mengeluarkan uang atau menerima uang dalam setiap bulannya.

 

            Sebagain besar akuntan dan kebanyakan bukan akuntan memegang pendapat bahwa penguasaan akuntansi dan atau teknik audit merupakan sejata utama proses akuntansi. Tetapi beberapa skandal keuangan disebabkan oleh kesalahan dalam penilaian tentang kegunaan teknik atau yang layak atau penyimpangan yang terkait dengan hal itu. Beberapa kesalahan dalam penilaian berasal dari salah mengartikan permasalahan dikarenakan kerumitannya, sementara yang lain dikarenakan oleh kurangnnya perhatian terhadap nilai etik kejujuran, integritas (transparan), objektivitas, kerjasama, inovasi, simplisitasi, perhatian, rahasia dan komitmen terhadap mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri. Teknik akuntansi (akuntansi technique) adalah aturan- aturan khusus yang diturunkan dari prinsip- prinsip akuntan yang menerangkan transaksi- transaksi dan kejadian- kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.

 

Perbandingan Nilai-nilai Etika dan Teknik Akuntansi/Auditing

            Nilai-nilai etika di dalam profesi akuntansi/auditing harus sangat dimiliki oleh para anggota, karena semua perilaku sangat mencerminkan integritas dan kompetensi seorang anggota. Sedangkan Sedangkan teknik akuntansi adalah aturan-aturan khusus yang diturunkan dari prinsip-prinsip akuntan yang menerangkan transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.

Mana yang lebih penting, nilai etika atau teknik akuntansi/auditing? Nilai etika lebih penting dibandingkanteknik akuntansi/auditing, karena tanpa nilai etika:

1.      Kepercayaan yang diperlukan dalam fiduciary relationship tidak dapat dipertahankan.

2.      Hak akuntan akan terbatas, dan

3.      Independensi makin berkurang.

 

            Akuntan dihadapkan pada situasi untuk memutuskan kapan dan bagaimana mendisclose kondisi keuangan yang jelek dari suatu perusahaan. Nilai etika sangat penting dan harus memiliki nilai integritas yaitu tindakan dan kata-kata akuntan harus memiliki sikap transparansi, kejujuran dan konsisten. dan mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks menjadi sederhana (Simplisitas). Serta harus memperbaiki teknik atau sistem dari akuntansi/auditing.

Karena ekspektasi publik terhadap akuntan yaitu:

1.      Memiliki keahlian teknis yang tinggi.

2.      Menjalankan tugas profesionalnya dengan baik sesuai nilai-nilai etika.

3.      Tugas yang dijalankan bermanfaat bagi publik.

4.      Konsekuensi akuntan adalah harus memahami jati diri, tugas, dan nilai-nilai etis.

 

 

https://srinurdianti26.wordpress.com/2016/10/03/etika-profesi-akuntansi/

2.6 Ekspetasi Publik terhadap Profesi dan Peran Akuntan


Masyarakat pada umumnya mengatakan akuntan sebagai orang yang profesional khususnya di dalam bidang akuntansi. Karena mereka mempunyai suatu kepandaian yang lebih di dalam bidang tersebut dibandingkan dengan orang awam sehingga masyarakat berharap bahwa para akuntan dapat mematuhi standar dan sekaligus tata nilai yang berlaku dilingkungan profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan. Dalam hal ini, seorang akuntan dipekerjakan oleh sebuah organisasi atau KAP, tidak akan ada undang-undang atau kontrak tanggung jawab terhadap pemilik perusahaan atau publik.Walaupun demikian, sebagaimana tanggung jawabnya pada atasan, akuntan professional publik mengekspektasikannya untuk mempertahankan nilai-nilai kejujuran, integritas, objektivitas, serta pentingannya akan hak dan kewajiban dalam perusahaan

 

Sumber : 

2.5 Akuntansi Sebagai Profesi dan Peran Akuntan


Akuntansi memegang peranan penting dalam ekonomi dan sosial karena setiap pengambilan keputusan yang bersifat keuangan harus berdasarkan informasi akuntansi. Keadaan ini menjadikan akuntansi sebagai suatu profesi yang sangat dibutuhkan keberadaanya dalam lingkungan organisasi bisnis. Keahlian-keahlian khusus seperti pengolahan data bisnis menjadi informasi berbasis komputer. Pemeriksa keuangan maupun  nonkeuangan, Penguasaan materi perundang-undangan perpajakan adalah hal-hal yang dapat memberikan nilai lebih bagi profesi akuntan.

 

            Profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, dan merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi maupun non atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada. Profesi akuntan dapat dibedakan sebagai berikut:

1.      Akuntan Intern adalah orang yang bekerja pada suatu perusahaan dan bertanggung jawab terhadap laporan keuangan. Akuntan intern bertugas menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan, menyusun anggaran, menangani masalah perpajakan, serta memeriksa laporan keuangan.

2.      Akuntan Publik adalah orang yang bekerja secara independen dengan memberikan jasa akuntansi bagi perusahaan atau organisasi nonbisnis. Jasa yang ditawarkan berupa pemeriksaan laporan keuangan sehingga sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Jasa lainnya berupa konsultasi perpajakan dan penyusunan laporan keuangan.

3.      Akuntan Pemerintah merupakan orang yang bekerja pada lembaga pemerintahan. Akuntan ini bertugas memeriksa keuangan dan mengadakan perencanaan sistem akuntansi. Misalnya BPK, dan BPKP.

4.      Akuntan Pendidik merupakan orang yang bertugas mengembangkan dan mengajarkan akuntansi. Misalnya dosen dan guru mata pelajaran akuntansi.

 

            Etika professional bagi praktek akuntan di Indonesia disebut dengan istilah kode etik dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia sebagai organisasi profesi akuntan. Etika professional dikeluarkan oleh organisasi untuk mengatur perilaku anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya bagi masyarakat, dan memberikan informasi bagi pengambilan keputusan. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mepunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan, dan tanggung jawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan.

 

Sumber : 
https://srinurdianti26.wordpress.com/2016/10/03/etika-profesi-akuntansi/

2.4 Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)


Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut:

Sosialisasi dan Workshop, Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.

 

            Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan. Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut:

1.      Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.

2.      Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.

3.      Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.

4.      Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.

5.      An Auditing Committee Contract  arranges the Organization and Management of the Auditing Committee along with  its Scope of Work.

6.      Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.

 

            Kebutuhan tata kelola etis tidak hanya baik bagi bisnis perusahaan. Perubahan-perubahan terkini pada regulasi pemerintahan merubah ekspektasi secara signifikan. Dalam era meningkatkan pengawasan, dimana perilaku tidak etis dapat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan shareholders, direktur, dan eksekutif.

 

            Direktur harus cermat dalam mengatur risiko bisnis dan etika perusahaannya. Mereka harus memastikan bahwa budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Hal ini membutuhkan pengembangan code of conduct, dan cara yang paling fundamental dalam menciptakan pemahaman mengenai perilaku yang tepat, memperkuat perilaku tersebut, dan meyakinkan bahwa nilai yang mendasarinya dilekatkan pada strategi dan operasi perusahaan. Konflik kepentingan dalam perusahaan, kekerasan seksual, dan topik–topik serupa perlu diatasi segera dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan sejalan dengan ekspektasi saat ini.

 

Sumber :

http://zetzu.blogspot.co.id/2012/05/tata-kelola-etis-dan-akuntabilitas.html

2.3 Pengembangan Struktur Etika Korporasi


Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi hati nurani dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

 

            Selain itu dalam mengembangkan struktur etika korporasi, suatu perusahaan harus memiliki good corporate governance. Latar belakang munculnya good corporate governance atau dikenal dengan nama tata kelola perusahaan yang baik (selanjutnya disebut “GCG”) muncul tidak semata-mata karena adanya kesadaran akan pentingnya konsep GCG namun dilatarbelakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar. Joel Balkan (2002) mengatakan bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relatif tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan.

 

            Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut. Sebagai akibat adanya tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahan-perusahaan besar yang mana mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan para investor, seperti yang terjadi di Amerika pada awal tahun 2000 dan tahun 2008 yang mengakibatkan runtuhnya beberapa perusahan besar dan ternama dunia, disamping juga menyebabkan krisis global di beberapa belahan negara dunia. Sebagai contoh, untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah Amerika mengeluarkan Sarbanes Oxley Acttahun 2002 yang berisikan penataan kembali akuntansi perusahaan publik, tata kelola perusahaan dan perlindungan terhadap investor.

 

            Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan GCG di berbagai negara. Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi yang mencakup (a) hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya, (b) peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya, (c) pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu, (d) transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan, (e) tanggung jawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan itu sendiri, kepada para pemegang saham dan pihak lain yang berkrpentingan.

 

            Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali dikenalkan oleh Cadbury Committee di Inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah dimaksud dalam laporannya yang dikenal dengan Cadbury Report. Berikut disajikan beberapa definisi “Corporate Governance” dari beberapa sumber, diantaranya:

·         Menurut Cadbury Committee of United Kingdom

“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the goverment, employees, and other internal and external stakeholders in respect to their right and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled”.

·         Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006)

FCGI tidak membuat definisi sendiri, namun mengadopsi definisi Cadbury Committee of United Kingdom dan menerjemahkan “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.

·         Menurut Sukrisno Agoes

Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, para direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.

·         Menurut Organization for Econimocs Cooperation and Development(OECD)

“The structure through which shareholders, directors, managers, set of the board objectives of the company, the means of attaining thoseobjectives and monitoring performance”. (Suatu struktur yang terdiriatas para pemegang saham, direktur, manager, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakandalam mencapai tujuan dan memantau kinerja).

·         Menurut Wahyudi Prakarsa

Mekanisme adninistratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan (prosedur) dan sistem insentif sebagai kerangka kerja (framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, serta pemantauan atas kinerja yang dihasilkan.

 

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, pada intinya konsep GCG mengandung pengertian yang berintikan 4 poin, yaitu:

1.      Wadah Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan).

2.      Model Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang meladasi praktik bisnis yang sehat.

Tujuan:

ü  Meningkatkan kinerja organisasi.

ü  Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan.

ü  Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan organisasi.

ü  Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan.

 

3.      Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang, dan tanggung jawab:

§  Dalam arti sempit: antar pemilik atau pemegang saham, dewan komisaris dan direksi.

§  Dalam arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan.

4.      Prinsip-prinsip dasar yang melandasi konsep Good Corporate Governance merupakan gabungan prinsip-prinsip dasar dalam membangun suatu tatanan etika kerja dan kerjasama agar tercapai rasa kebersamaan, keadilan, optimasi dan harmonisasi hubungan sehingga dapat menuju kepada tingkat perkembangan yang penuh dalam suatu organisasi atau badan usaha. Prinsip-prinsip dasar tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:

Ø  Vision

Pengembangan suatu organisasi atau badan usaha harus didasarkan pada adanya visi dan strategi yang jelas dan didukung oleh adanya partisipasi dari seluruh anggota dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengembangan supaya semua pihak akan merasa memiliki dan tanggung jawab dalam kemajuan organisasi atau usahanya.

Ø  Participation

Dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan hasil keputusan suatu organisasi atau badan usaha sedapat-dapatnya melibatkan pihak-pihak terkait dan relevan melalui sistem yang terbuka dan dengan jaminan adanya hak berasosiasi dan penyampaian pendapat.

Ø  Equality

Suatu badan usaha atau organisasi yang baik selalu akan memberi dan menyediakan peluang yang sama bagi semua anggota atau pihak terkait bagi peningkatan kesejahteraan melalui usaha bersama di dalam etika usaha yang baik.

Ø  Professional

Dalam bahasa sehari-hari professional diartikan “One who engaged ina learned vocation” (Seseorang yang terikat dalam suatu lapangan pekerjaan). Dalam konteks ini professional lebih dikaitkan dengan peningkatan kapasitas kompetensi dan juga moral sehingga pelayanan dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan akurat.

Ø  Supervision

Meningkatkan usaha-usaha supervisi terhadap semua aktivitas usahaatau organisasi sehingga tujuan bersama dapat dicapai secara optimal,efektif dan efisien, serta untuk meminimalkan potensi kesalahan atau penyimpangan yang mungkin timbul.

Ø  Effective & Efficient

Effective berarti “do the things right”, lebih berorientasi pada hasil, sedangkan efficient berarti “do the right things”, lebih berorientasi pada proses. Apapun yang direncanakan dan dijalankan oleh suatu organisasi atau badan usaha harus bersifat efektif dan efisien.

Ø  Transparent

Dalam konteks good governance, transparency lebih diartikan membangun kepercayaan yang saling menguntungkan antara pemerintah atau pengelola dengan masyarakat atau anggotanya melalui ketersediaan informasi yang mudah diakses, lengkap dan up to date.

Ø  Accountability/Accountable

Dalam konteks pembicaraan ini accountability lebih difokuskan dalam meningkatkan tanggung jawab dari pembuat keputusan yang lebih diarahkan dalam menjawab kepentingan publik atau anggota.

Ø  Fairness

Dalam konteks good governance maka fairness lebih diartikan sebagai aturan hukum harus ditegakan secara adil dan tidak memihak bagi apapun, untuk siapapun dan oleh pihak manapun.

Ø  Honest

Policy, strategi, program, aktivitas dan pelaporan suatu organisasi atau badan usaha harus dapat dijalankan secara jujur. Segala jenis ketidakjujuran pada akhirnya akan selalu terbongkar dan merusak tatanan usaha dan kemitraan yang telah dan sedang dibangun. Tanpa kejujuran mustahil dapat dibangun trust dan long term partnership.

Ø  Responsibility dan  Social Responsibility

Institusi dan proses pelayanan bagi kepentingan semua pihak terkait harus dijalankan dalam kerangka waktu yang jelas dan sistematis. Sebagai warga suatu organisasi, badan usaha dan/atau masyarakat, semua pihak terkait mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam menjalankan tugasnya dan juga harus memberi pertanggungjawaban kepada publik, sehingga di dalam suatu tatanan atau komunitas dapat terjadi saling mempercayai, membantu, membangun dan mengingat kanagar terjalin hubungan yang harmonis dan sinergis.

 

            Sedangkan lebih sempit lagi, menurut OECD, prinsip dasar GCG yang dikembangkan adalah (a) perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness), (b) transparansi, (c) akuntabilitas, dan (d) responsibilitas.

 

Ekspektasi Baru – Kerangka Baru

1)      Stakeholder mengetahui bahwa mereka bisa memiliki pengaruh yang signifikan pada pasar konsumsi perusahaan, pasar modal, dan pada dukungan yang ditawarkan perusahaan oleh kelompok stakeholder lain seperti pekerja dan kreditur.

2)      Reputasi korporasi bisa secara signifikan dipengaruhi oleh emosi stakeholder.

3)      Komisaris dan eksekutif melihat boikot, menurunkan pendapatan dan laba, juga menemukan bahwa dukungan stakeholder penting untuk pencapaian optimal atas tujuan jangka menengah dan panjang perusahaan.

4)      Beberapa komisaris dan eksekutif menginginkan dukungan dan dengan bantuan dari akademisi dan lainnya, pedoman baru dan rerangka akuntabilitas dibangun, menyempurnakan dengan peralatan dan teknik baru.

 

Akuntabilitas untuk Shareholder atau Stakeholder?

-          Kapasitas pertumbuhan dari stakeholder nonpemegang saham untuk mempengaruhi pencapaian tujuan korporasi dan peningkatan sensitivitas mereka membuatnya atraktif untuk korporasi untuk mendorong dukungan stakeholder.

-          Skandal Enron, Arthur Andersen, dan Worlcom memperlihatkan bahwa aktivitas korporasi membuat pola untuk menghadiahi eksekutif, komisaris dan beberapa pemegang saham saat ini tidak secara penting pada kepentingan akan masa depan atau pemegang saham saat ini yang diharapkan untuk kesuksesan jangka panjang seperti investor penerima pensiun, pekerja dan pemberi pinjaman.

-          Eksekutif, komisaris, dan investor yang terfokus pada jangka pendek membahayakan kredibilitas seluruh tata kelola korporasi dan proses akuntabilitas.

-          Berdasarkan pada kenyataan adanya tekanan stakeholder dan keinginan untuk mendorong dukungan stakeholder, perusahaan menyadari bahwa mereka bertanggungjawab pada stakeholder dan menatakelola diri mereka untuk meminimalisasi risiko dan memaksimalisasi kesempatan tak terpisahkan dengan rerangka akuntabilitas stakeholder.

-           

Sumber :

-          Brook, Leonard J. 2004. Business & Profesional Ethics for Directors, Executives, & Accountans. South-Western College Publishing.

-          Duska, Ronald F. dan B.S. Duska. 2005. Accounting Ethics. Blackwell Publishing.






2.2 Budaya Etika


Setiap negara memilki budaya yang berbeda-beda. Dalam setiap budaya, biasanya memiliki keunikan tersendiri. Budaya tidak hanya soal seni, tapi budaya juga diterapkan dalam etika. Budaya etika yang baik akan menghasilkan hal yang baik pula. Tidak hanya dalam kehidupan bermasyarakat, budaya etika juga harus diterapkan dalam berbagai bidang misalnya bisnis. Konsep etika bisnis tercermin pada corporate culture (budaya perusahaan). Menurut Kotler (1997) budaya perusahaan merupakan karakter suatu perusahaan yang mencakup pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh jajaran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian, berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor.

 

            Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.

 

            Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis yaitu :

a)      Menetapkan credo perusahaan

Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.

b)      Menetapkan program etika

Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.

c)      Menetapkan kode etik perusahaan

Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.

 

SUMBER :

-          AICPI, Code of Professional Conduct

-          Aturan Etika IAI Kompartemen-Kompartemen diluar IAI KA

-          Brooks, Leonard J., “Business & Professional Ethics for Accountants”, South Western College Publishing, 2012 Edisi Terbaru

-          Duska, Ronald F. and Brenda Shay Duska, “Accounting Ethics”, Blackwell Publishing, 2003

-          Francis, Ronald D., “Ethics & Corporate Governance”, an Australian Handbook, UNSW Press, 2000

-          IAI Kode Etik Akuntan Indonesia Prosiding Kongres VIII IAI, 1998

-          IAI KAP Aturan Etika Profesi Akuntan Publik

-          IFAC Ethics Committee, IFAC Coe of Ethics for Professional Accountants, International Federation of Accountants

-          Ketut Rinjin, “Etika Bisnis dan Implementasinya”, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2004

-          Northcott, Paul H, “Ethics and the Accountant”: Case Studies, Prentice Hall of Astralia, 1994 atau Edisi Revisi
Sony Keraf. Etika Bisnis: “Tuntutan dan Relevansinya”, Kanisius, 1998 atau terbaru